Untukmu Bidadariku...

Rating:★★★★
Category:Books
Genre: Religion & Spirituality
Author:Ramadhan Adhi

"Akulah laki-laki paling bahagia!"

Andainya tak kusadari kalau kamar kontrakan kami bersebelahan dengan kamar-kamar lainnya ingin rasanya aku berteriak lantang kepada dunia bahwa,

"Akulah laki-laki paling bahagia!"

Seakan berada dalam mimpi, aku masih menepuk-nepuk wajahku sesaat setelah tadi dokter itu menyampaikan ucapan selamatnya kepada kami.

Ya, lima tahun berada dalam jalinan suci sebuah ikatan rumah tangga, tanpa kehadiran seorang buah hati diantara kami, kadang menjadikan diri ini lupa mensyukuri semuanya. Kami merasakan kehampaan dalam melalui hari-hari bagai berada dalam sebuah sebuah kebahagiaan yang semu.

Matahari senja di hari kedua Ramadhan itu kini mulai beralih ke ufuk sana. Lembayung jingga menyinari dunia, menyeruak dibalik awan. Sinar keemasannya mengintip kebahagiaan kami dari balik celah pintu kamar kontrakan ini.

Bagai sebuah istana yang gemerlap dengan berjuta cahaya, itulah kini sebuah ruangan yang tak lebih dari hanya berukuran 3x6 meter itu menjelma. Berbalut bahagia disetiap sisi daripadanya. Permadani kebahagiaan terhampar disetiap jejak yang kami pijak.

Seorang putri nan cantik jelita yang duduk di singgasana itu kini tersenyum kepadaku. Sungguh, ia bagai bidadari dari surga yang hadir di dunia.

Alhamdulillah ya Rabb …

Berkali kulafadzkan syukur atas segala karunia-Mu yang begitu luar biasa ini. Sebuah jawab atas selaksa pinta untuk waktu yang sekian lama. Kini semua terjawab sudah. InsyaAlloh tidak kurang dari tujuh purnama lagi ruangan ini akan bertambah ceria dengan kehadiran buah hati kami yang pertama.

Raut bahagia tak lengkang dari pesona paras bidadariku. Tak mampu aku merasakan betapa bahagianya ia, menjadi seorang wanita paling sempurna yang tak lama lagi akan menjadi seorang ibu dari anak kami.

Aku raih ponselku, kukabarkan kebahagiaan ini pada ibu dan mertuaku. Sesaat kemudian mereka menghubungi kami, menyampaikan ucapan kebahagiaan yang tak pernah kami dapatkan sebelumnya. Subhanallah, betapa bahagianya mereka. Seorang cucu pertama mereka kelak akan melengkapi suasana bahagia setiap kami berada disana.

Untuk sekian waktu lamanya kami seakan merasakan kehadiran surga dalam kehidupan kami.

Aku kecup kening istriku dengan penuh mesra, ia membalasnya dengan sebuah senyuman tulus yang terlahir dari kesucian hatinya. Sungguh akulah laki-laki paling bahagia!.

* * *


"Astaghfirullah!"
Aku tersentak kaget. Untuk sekian waktu aku terdiam, dan mengingat semuanya.

Rupanya aku tertidur selepas tarawih tadi. Aku masih mengingat-ingat semuanya. Dan …

"Istriku?"

Serentak aku meraih sebuah amplop diatas meja yang disudut ruangan ini. Aku buka sebuah kertas didalamnya dan kuyakinkan untuk kubaca satu-persatu dari huruf-huruf yang tertera padanya.

"Alhamdulillah ini memang bukan mimpi", gumamku.

Aku pandang wajah ayu yang terlelap diatas sehelai kasur lipat itu. Ada tetes basah di ujung pelupuk mata ini.

Seorang mantan mahasiswi teladan di kampusnya, namun ia rela menjadi seorang istri dari seorang yang kini tak lebih dari seorang pengangguran sepertiku. Seorang istri yang dengan keikhlasannya mengarungi hari-hari dengan segala keterbatasan kami melewatinya.

Hampir saja aku mengeluh dan bertutur, mengapa Alloh mengkaruniakan ia, buah hati kami, disaat aku seperti ini?

Jarum jam baru bertambat di angka satu. Dini hari kini menjelma. Sepi, hanya suara jengkrik dan binatang malam terdengar dikejauhan sana.

"Belum tidur kak?"

Tiba-tiba tangan lebut itu berlabuh dipundakku. Aku menolehkan wajahku. Aku hanya tersenyum menjawab tanya dari ia, sang bidadari.

"Ada apa?", ia kembali bertanya.

"Entahlah, kakak takut rin, kakak takut nanti tak mampu membahagiakan buah hati kita disaat ia hadir ditengah-tengah kita …", jawabku.

Ada yang terasa berat aku rasakan saat itu dalam dada ini. Hanya sebuah helaan nafas panjang yang tercipta sesaat kemudian.
"Kak …"
"Kehadiran buah hati kita kelak tak akan Alloh sia-siakan, InsyaAlloh ia hadir seiring dengan rezekinya juga".

Aku bangga memiliki istri seperti Arini. Memang garis-garis keshalihan yang berbalut kecerdasan masih nampak jelas dalam setiap tutur, ucap dan sikapnya. Aku tidak akan pernah khawatir jika kelak buah hati kami berada dalam bimbingan serta kasih dan sayangnya. Sungguh aku sangat menyayanginya.

* * *


5 Ramadhan 1428 H,
Entah harus gembira ataukah aku harus bersedih. Ketika temanku mengabari aku lewat sms, bahwa aku diterima bekerja di perusahaannya. Hari ini pula aku diminta untuk segera bergabung dengan mereka menjadi seorang tenaga pemasangan listrik di beberapa daerah pelosok yang sampai saat ini belum terjangkau aliran listrik.

Jika aku menerima pekerjaan itu berarti aku harus rela berpisah dengan istri dan calon buah hati kami untuk sekian waktu lamanya ketika tugas mengharuskan aku ke luar kota. Aku sampaikan kabar ini pada istriku. Namun sekali lagi, ia memang seorang istri yang bijak …

"InsyaAlloh, dimanapun kita berada Alloh akan senantiasa melindungi hambanya kak", ujarnya.

Bagai embun dipagi hari, dalam setiap kata yang terlontar daripadanya aku rasakan kesejukan yang sangat berarti.

Sampai akhirnya, hari itu pula kami harus berpisah, aku lafadzkan do'a didekat calon buah hati kami.
"Ayah pergi dulu ya nak, jaga ibumu…". Istriku tersenyum. Sebuah do'a mengiring kepergianku dari ia sang bidadari hatiku.

* * *


10 Ramadhan 1428 H,
Mentari pagi mulai menyinari hari diujung kota Tasikmalaya. Ini adalah hari ke-lima ku berada disini. Entah, sampai lima hari ini aku masih belum bisa merasakan ketenangan hadir dalam hati ini. Selalu ada tanya bagaimana kabar istri dan calon anakku saat ini?

Temanku mencoba menghiburku dengan berujar bahwa katanya wajar hal itu aku rasakan, karena memang ini kali pertamaku untuk berpisah dengan ia disaat kebahagiaan menyelimuti kami.

"Berdo'a saja, titipkan ia kepada yang Maha Memilikinya", katanya.

Aku tahu hal itu, namun konsentrasiku benar-benar belum bisa diajak kompromi.

Hingga tiba-tiba sebuah kabel yang tadi belum sempat aku sambungkan jatuh dan menimpa tepat ditubuhku.

Sekejap aku merasakan kejang yang tak terkira. Malaikat Izrail seakan menampakkan wujudnya dihadapanku. Berjuta perasaan mengingat dosa hadir saat itu,

"Ya Rabb… ampuni aku yaa Rabb, …"

Aliran listrik itu masih menyengat tubuhku. Aku teringat calon buah hatiku, "Aku tak ingin ia hadir tanpa pernah merasakan belai kasih sayangku yaa.. Rabb.." .

Seluruh tubuhku terasa kaku, tak mampu aku gerakkan sedikitpun, sampai akhirnya …
"Bukkkkk !!!"
Sebuah batang kayu itu membuatku terpelanting dan jatuh. Aku tak sadarkan diri untuk beberapa hari …

* * *


21 Ramadhan 1428 H,
Aku memang tak ingin istriku mengetahui tentang apa yang telah terjadi padaku. Aku khawatir akan mempengaruhi pada janin yang sedang ia kandung dirahimnya.
Namun, sesaat kemudian ponselku berdering,
"Istrimu masuk rumah sakit nak .. ", ujar ibuku di ujung sana
Sungguh, tubuh ini terasa lunglai, dunia serasa dalam guncangan yang maha dahsyat. Aku terjatuh …

* * *


29 Ramadhan 1428 H,
Mata ini terasa penat, namun aku tak mampu memejamkannya. Dihadapanku terbaring lemah sesosok bidadari. Sebuah jarum infus menancap di lengan kanannya. Hanya tetesan air infus yang masih mampu masuk dan meresap kedalam tubuhnya.

Sudah sembilan hari ini kesehatannya menurun drastis. Dokter mengatakan ia menderita komplikasi beberapa penyakit yang ternyata kondisinya sudah cukup kritis.

Sembilan hari ini aku merasakan satu persatu penurunan kondisinya. Dari mulai pudarnya keceriaan dari wajahnya, kemudian ia tak mampu menggerakkan tubuhnya sendiri, lalu pandangannya yang mengabur, sampai akhirnya saat ini, ia tidak mampu lagi mampu berkata, entahlah sepertinya kini iapun tidak lagi mengenali kami.

Aku masih memohon kepada-Mu yaa Rabb, karena jauh dalam lubuk hati ini aku yakin. Engkaulah yang maha segalanya. Jika tak sulit untuk-Mu membalikkan dunia ini, maka akupun yakin bahwa tak akan sulit untuk-Mu mengembalikan kesehatan pada ia bidadariku.

* * *


30 Ramadhan 1428 H,
Sinar matahari kini menerobos dari balik jendela rumah sakit.
Aku menatap bisu perubahan dalam wajah istriku. Subhanallah, wajahnya kini mulai kembali berseri. Ia sungguh cantik. Aku bersyukur pada-Mu ya Rabb, ia kembali …

Matanya seakan menangkap gerak tubuhku, aku mendekatinya. Kubelai rambutnya, dan kuberucap didekatnya, "Kau kembali sayang …"

Bibir manisnya bergerak dan berkata, meski terbata,
"Ma af kan rini, kak …"
Aku raih tangannya, kupegang erat. Iapun mencengkeram erat tangangku pula.

Namun …
Sedikit demi sedikit cengkeraman tangannya mulai melemah, sampai akhirnya …
Aku tak mampu menahan tangis ini,
"Innalillaahi wa inna ilaihi raa'jiun …"

* * *


Gema takbir masih membahana diseluruh persada. Namun aku hanya terdiam, kaku dan bisu …
Seonggok tanah merah bertabur bunga kini tersungkur dihadapanku.

"Yaa Rabb, Aku yakin sebesar apapun rasa sayangku padanya namun kasih dan sayang-Mu lebih pantas untuk memanggilnya kembali berada di sisi-Mu. Namun, izinkanlah hati ini berharap dan meminta, aku titipkan ia pada-Mu yaa Rabb, terimalah ia dalam balutan rahmat dan ampunan-Mu. Kuatkan hati ini menerima semuanya, dan izinkanlah kami untuk kembali bersatu kelak di surga-Mu … Aamiin".

* * *


*) Kupersembahkan untuk kakak sepupuku, Dani Hamdani. Semoga engkau tabah menerima ujian ini.

Jakarta 7 Syawal 1428 H,
Dikdik Andhika Ramdhan


34 komentar:

  1. ya Allah... merinding dan langsung berkaca-kaca, cuma baca reviewnya aja...
    *masukin list buku y mau kubaca*

    BalasHapus
  2. Inna Lillaahi wa Inna Ilaihi Rooji'uun..

    *Allah, Engkau Maha Mendengar segala doa,
    Maka... Kabulkanlah...
    Amiin... Amiin... Allaahumma Amiin...*

    BalasHapus
  3. Inna Lillaahi wa Inna Ilaihi Rooji'uun..
    semoga dipertemukan kelak didalam surga-NYA.amin

    BalasHapus
  4. Inna Lillaahi wa Inna Ilaihi Rooji'uun..
    semoga di beri ketabahan.amin

    BalasHapus
  5. Inna Lillaahi wa Inna Ilaihi Rooji'uun..semoga bisa melewati ujian kesabaran ini..

    BalasHapus
  6. Spechless, keren, mengharukan ^_^

    BalasHapus
  7. karya yang indah.. ayoo semangaat.. berkarya terus!!

    BalasHapus
  8. bagus bgt nih kynya..... beli ah.. thx review nya ya.. :)

    BalasHapus
  9. Aku juga terharu... terharu banget...
    bukunya sudah beredar ? dimana saya bisa dapatkan ya ??

    salam kenal,
    Hanna

    BalasHapus
  10. ....
    satu rindu milikku yang diamdiam kutabung untukmu
    selalu setia menunggu tangan hatimu
    datang melambai mengajakku untuk menujuMu
    .......

    BalasHapus
  11. ..
    hmm..very touch..

    ini kisah nyata-kah??
    ..

    jadi pengen beli buku-nya juga

    BalasHapus
  12. Jadi pengen beli bukunya.... tapi sedih ya :(

    BalasHapus
  13. Wah ternyata ^__^ berarti boleh donk testernya dik .... ^__^
    sukses ya ....

    BalasHapus
  14. Ooo.. Buku, ya???

    Tapi.. Kisah Nyata???

    BalasHapus
  15. sedih skli membacanya... sesungguhnya Allah yang maha mengetahui....

    BalasHapus
  16. Subhanallah...bagus nian...plotnya cukup berirama...meski ada sedikit koreksi pada penulisan kata ganti dan kata depan yang terasa kurang nyaman....tp klw dikasih pasti deh sy ga nolak....mau dong 1...kalo mang ga bisa, tuker deh ama buku saya...

    BalasHapus
  17. True story??
    Bahagia... duka... lara... keharuan.... ketabahan... jadi satu. Menyentuh...

    BalasHapus
  18. udah jadi belom bukunya?
    kalo udah jadi, Ra mau dong .. pesen dech 1 ..

    BalasHapus
  19. terhanyut aku dalam alur cerita yang menyentuh...

    BalasHapus
  20. mata berkaca, hati terenyuh, semua rasa menjadi satu... :((

    BalasHapus
  21. itu, arini wanita yang cantik luar dalam. walaupun tidak bisa bersama suaminya didunia tapi insya Allah akan bersama di surga

    BalasHapus
  22. subhanallah...
    hati ini bergetar ketika membacanya

    BalasHapus
  23. ihiiiiiiiiii ini toh tulisan terbaik itu???? ^_^

    BalasHapus
  24. Subhanalloh..terlepas dari isinya yang mengharukan, saya salut banget sama karyanya..sudah siap neh heheh tetap semangat...!!!

    BalasHapus
  25. di kolak ramdahn juga aa ya mas/... Apa emang dah terbit sendiri ya ceritanya

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.