Bagaimana kabar mereka?

Bismillaahirrahmaanirrahiim,

Lampu di perempatan jalan itu telah berganti kembali menjadi merah, setelah sebelumnya sempat memancarkan warna hijau dan kuning darinya.

Dua buah kaki-kaki kecil itu masih lincah berpindah dari satu pijak ke pijak lainnya, menghampiri satu demi satu cahaya mata yang kadang menyorotkan nada iba, namun kadang juga berisi nada jijik ataupun cibiran semata.

Malam memang sudah larut, kerlip bintang kini mulai bergelayut diantara hamparan awan yang sebagian telah menutupi sebagian indahnya malam. Semilir angin kini semakin menambah dingin suasana. Aku masih terpaku di satu sudut bangunan tua, berdindingkan tembok berlapis putih.

Mata ini masih jauh memandang kesana, ke arah dimana kaki-kaki kecil itu masih lincah berpijak, di atas hamparan aspal hitam.

Beberapa lembar halaman peta kota masih ada dipeluknya, satu demi satu ia tawarkan ke orang-orang yang ia simpan harapan daripadanya untuk bisa menyambung satu atau dua nafas hidupnya. Meski kadang ia harus bergelut dengan terpaan panas matahari ataupun deraan hujan yang mulai mengguyur kembali di penghujung tahun ini.

Hasan namanya. Ia hanya satu dari sekian anak yang biasa berada disana. Bergelut dengan nasib ketika matahari pagi mulai menyeringai di ufuk timur, dan tak berhenti meskipun senja telah menyelimuti mayapada. Dari mulai koran, peta, air minum botol, atau sekedar makanan ringan lainnya, telah sedemikian akrabnya dengan ia. Menemani hari-harinya merajut mimpi.

Potret seorang anak jalanan yang semakin hari semakin bertambah jumlahnya.

Aku jadi teringat satu tahun yang lalu, ketika aku tergagap mendengar sebuah pertanyaan dari seorang teman. Sederhana memang pertanyaan itu. Ia hanya bertanya bagaimana peran kami di LDK mengenai masalah mereka, mereka yang telah menjadikan jalanan sebagai tempatnya menuntut berjuta ilmu dan pengetahuan, mereka yang telah menjadikan jalanan sebagai tempatnya mengais rezeki, mereka yang telah menjadikan jalanan sebagai arena bermain yang jauh lebih mengasyikan daripada sebuah tanah lapangan?

Sejak saat itu kami mulai berpikir, mencari satu solusi apa yang dapat kami berikan untuk mereka.

Satu minggu, dua minggu, tiga minggu, alhamdulillah hasil pendekatan kami kepada mereka cukup menggembirakan. Suasana akrab mulai tercipta, meskipun hanya satu dua tegur sapa dalam beberapa kali perjumpaan kami dengan mereka. Hari-hari mereka kini mulai ditambah dengan satu kegiatan belajar al-quran bersama kami yang difasilitasi oleh pihak kampus sebagai tempatnya. Alhamdulillah ... sebuah harapan semoga mereka tidak terlalu terpisah jauh jarak dengan agama Alloh.

Semua berjalan, sampai akhirnya sebuah kabar telah menjadikan hati kami bergetar. Pedih dan terasa mengiris hingga ke palung sanubari ...

"Ia sudah jadi nasrani ...", ucap si Hasan

Astaghfirullah, seorang anak yang memang dari sejak awal kami mendekati mereka serasa jauh, ternyata kini memang telah berpaling ...

Dalam satu dua kali pertemuan kami usahakan untuk bisa berbicara dengan anak itu, membahas tentang apa yang terjadi. Namun, sepertinya memang mereka telah sekuat tenaga membatasi ruang gerak aqidah ia. Ya... mereka para misionaris dari kampus seberang yang jauh lebih aktif, dan jauh lebih memiliki kekuatan untuk menggalang mereka para anak jalanan yang berada dalam kondisi terlalu mudah untuk dibolak-balikkan aqidahnya.

Kami hanya mampu menunduk dan bersimpuh memohon Ia yang maha kuasa untuk mengembalikkan aqidah para hamba-Nya, kembali pada jalan Islam.

Dan malam ini, aku masih terpaku setelah satu tahun berlalu. Wallahu'alam bagaimana sekarang kabar mereka. Aku hanya bisa menitipkannya pada Ia yang memilikinya. Berharap diberikan kekuatan iman dalam diri dan hati-hati mereka, sehingga teguh memegang panji-panji Islam.

Wallahu'alam bish-shawab

13 komentar:

  1. saudaraku yang terlupakan
    saudaraku yang terabaikan
    masihkah seperti itu..
    semoga tidak...

    BalasHapus
  2. Akhi, numpang ambil tulisannya yah,... agar kita setiap muslim mempunyai kepeduliaan sosial terhadap mereka.

    BalasHapus
  3. akh bisakah kita diskusikan untuk program ini

    BalasHapus
  4. Ah...artikel yang menggugah......

    Mudah2-an Kang Dikdik tetap semangat, sabar dan tawaqal untuk terus membimbing mereka ke jalan yang benar....Amin Ya Robbal Alamin....

    Mohon ijin untuk mengutip tulisannya ya......

    BalasHapus
  5. Wish all the best to Allah for them

    BalasHapus
  6. :((
    "Semoga hidayah Allah senantiasa menerangi hidup kita semua"

    BalasHapus
  7. Subhanallah kegiatanmu mas dikdik...semoga Allah memudahkan dan selalu memberikan kesehatan....begitu juga untuk anak jalanan ini. Selama ini saya membaca fenomena kristenisasi anak jalanan ini hanya di majalah seperti umi atau hidayatullah...di Balikpapan sendiri hampir jarang kelihatan anak anak yang menggantungkan hidupnya di jalanan...kecuali di hari puasa atau lebaran ...

    BalasHapus
  8. assalam mu'alaikum, leh numpang comment?? semoga gak basi yakk..
    menurut q,..(maaf) aq tdk tahu bgmn pendekatan tmn2 terhadap mrk, tp Qt tdk bisa menyalahkan mereka begitu saja..
    mereka adalah jiwa2 yg lemah dg tantangan dunia, berada di sini, diantara jalannya roda kehidupan tanpa bekal materi..meraka sudah cukup tegar dengan itu semua.
    aq yakin, mengapa tmn2 nasrani bisa lebih "berhasil" daripada qt adalah karena mrk melihat kelemahan itu..
    secara, qt tidak mungkin memaksa mereka untuk tetap berdiri--tanpa menopang apa2..
    mereka hanya mencoba "melihat" dengan mata yg mereka anggap nyata, ketika mereka menggadai aqidah untuk sesuap nasi..dimanakah qt berada??
    hanya menjanjikan Gusti Pangeran akan memberi mrk semua kenyamanan di akhirat kelak??
    bagi mrk, hidup untuk saat ini adalah nyata..
    maaf, ini hanya koment yang selintas terpikir begitu selesai membaca kisahnya, meski bgtu aq setuju, qt titipkan mereka pada DIA yg menciptakan qt semua dengan misi dan tujuan masing-masing, dan semoga qt semua termasuk ummat yng beruntung.

    Salam,..

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.