Berguru Pada Sejulur Akar ...

Bismillaahirrahmaanirrahiim,

Senja di hari itu, awan hitam berarak dan kini hampir menutupi seluruh angkasa. Keriangan suasana berubah dalam sesaat. Matahari bersembunyi dibalik kelam, sementara rintik hujan segera menghambur ceria diatas hamparan alam raya.

Bulan februari ini memang seakan mengantarkan kami akan satu lagi bukti kemahaan Ia sang Kuasa. Dimana dalam sekejap mata saja kuasa-Nya telah mampu membolak-balikkan segalanya. Cuaca antara ceria dan kelamnya suasana seakan menjadi dua sisi yang begitu mudahnya Alloh pergantikan untuk kami tafakuri.

Perlahan titik-titik air hujan itu semakin deras dan bersatu dalam lebat. Seorang bapak tua berusia kira-kira lebih dari lima puluh tahunan berlari menghampiri sebuah pohon tinggi di tepi jalan itu.

Berlindung dibalik rindangnya dedaunan di musim penghujan memang menjadi satu pilihan bagi para musafir yang berada ditengah perjalanan seperti itu. Meski memang tak seutuhnya melindungi ia dari terpaan hujan, namun setidaknya telah mengurangi ia dari basah kuyupnya guyuran air hujan.

Aku menatap kearahnya. Sebuah pohon yang dengan tegap berdiri dan kokoh diantara terpaan deru angin dan guyuran hujan di senja itu. Hanya beberapa kali saja terkadang dedaunan itu bergoyang dan meliuk terbawa alunan alam. Sedangkan batang pohonnya tak sedikitpun tergoyahkan. Ia berdiri dengan angkuh menjulang tinggi hingga bagai membelah luasnya langit senja.

Tidak hanya dalam hujan. Ketika sang surya memanggang suasana ditengah teriknya hari-pun, ia sang pohon selalu mampu berdiri angkuh dan bertahan. Atau mungkin ketika angin berhembus, para dedaunan dengan indahnya menari, sambil diringi nada-nada dari ranting-ranting yang terkadang beradu. Mungkin jikalah mereka sanggup berkata, mereka akan berujar bahwa, "Inilah aku, yang dengan kerindangan daunku telah mampu menjadikan kalian para manusia berada dalam perlindungan tubuhku, yang dengan tegap tubuhku telah mampu menopang segala beban yang ada dipundakku, bahkan yang dengan eloknya tarianku telah mampu membuat decak kagum para pengagumku".

Memang, mereka layak berujar demikian, dan memang pula tak salah, kuasa-Nya telah menjadikan pohon-pohon rindang itu menjadi bagian penolong bagi kita para manusia disaat tak ada lagi tempat untuk kita berteduh.

Namun, sejenak aku justru dibuatnya tersenyum dengan kesombongan batang pohon dan dedaunan itu. Aku melirik ke arah sejulur akar dibagian bawah pohon itu yang menghunjam kedalam tanah. Seakan tersipu malu, ia menelusup kedalamnya. Dengan rendah hatinya ia lebih baik menghindar dari pandangan orang sekitar. Ia tidak mau membuka dirinya berlebihan apalagi hingga menyombongkan.

Kiranya seperti itu memang selayaknya kita. Disaat apapun yang telah kita perbuat bagi orang lain, kita akan lebih dikagumi jika mampu menahan diri untuk menyembunyikan identitas kita, bukannya malah menyombongkan diri dan seakan berteriak lantang pada semua orang, bahwa apa yang terjadi, semua karenaku. Kalaulah bukan aku, tak mungkin semua bisa terjadi.

Layaknya julur akar-akar pohon tadi yang memilih untuk diam dan menyembunyikan diri atas apa yang telah diperbuatnya. Padahal, bukankah jika dia berniat menyombongkan diri dia bahkan lebih layak daripada hanya sebatang pohon ataukah rindang daun-daun itu? Begitu banyak yang telah ia perbuat bagi kelangsungan hidup dan mati sebuah pohon. Dengan kekuatannya ia telah mampu menopang sampai setinggi apapun pohon itu tumbuh. Dengan kemampuannya ia telah mampu mencari sisa-sisa air yang kemudian ia jadikan jalan untuk ia edarkan keseluruh batang, ranting hingga dedaunan di pohon itu?

Namun apa yang terjadi? Ia sang akar tetap memegang teguh rasa rendah hatinya dengan tidak lalu kemudian mengambil peran dari batang ataukah ranting, apalagi dedaunan.

Disanalah ternyata kuasa Alloh telah mengajarkan kita kembali untuk bisa mentafakurinya. Membaca ayat-ayat kekuasaannya yang ia bentangkan dalam kehidupan ini. Maha suci-Mu yaa Rabb ...

Memang, tidak semudah kita membalik telapak tangan ini. Ketika diri berharap menjadi seorang yang pandai menata diri, menata hati. Namun, kiranya tiada salahnya jika kita memulai kembali membangun semuanya keagungan ahlaq itu pada diri-diri kita pribadi. Untuk kemudian semoga mampu menjadi contoh bagi yang lainnya.

Salah satunya dengan mencoba mengikuti jejak langkah sang akar yang sungguh mengagumkan tadi. Menjaga hati, tidak bersombong diri atas apa yang telah ia perbuat, meski kadang ia hanya diinjak dan dilupakan. Tapi tetap, disisi Alloh, jiwa-jiwa mereka yang seperti itu adalah jiwa-jiwa mereka yang memiliki predikat mulia.

Wallahu'alam bish-shawab.

26 komentar:

  1. Semoga kita tidak terjebak dalam riya'...

    BalasHapus
  2. Apa sih yang harus disombongkan...karena di atas langit masih ada langit..

    BalasHapus
  3. Penyucian jiwa lg.. Kalo ingin nikmat, smuanya hrs brawal dr hati yg bersih :)

    BalasHapus
  4. Semoga amalan kita benar2 kita niatkan karena Allah :)

    BalasHapus
  5. Jazakallah atas ilmu dan hikmahnya saudaraku Dikdik Andhika Ramdhan, semoga Allah membalas kebaikan saudaraku dnegan yang jauh lebih baik disisi Allah

    BalasHapus
  6. Hati ini memang gampang tergoda, smoga Allah senantiasa melindungi,..

    BalasHapus
  7. Sering, alih-alih si cabang rindang pohon, manusia yang berteduh di bawahnya lah yang sombong. Sambil berteduh, otomatis ia mendongak mencari-cari buah, dan ketika tak ditemukannya, ia membatin, "Ah, tak berbuah, dasar pohon tak berguna!"
    Tak bergunakah makhluk Allah yang telah memberinya keteduhan itu?
    Thanks for sharing, Mas Dikdik.

    BalasHapus
  8. Assalamu'alaikum Adekku Dhika!!!... Alhamdulillah... Terimakasih diatas ilmunya... Semoga mendapat kemanfaatan dan Kefahaman dengan membaca nya... Insya'allah... Jagalah Hati... Jagalah Iman... Insya'allah pasti akan selamat hidup kita hingga akhir nanti... Wassalam dari Siti Nur Fazurah...*senyum selaluuu*... <(^_^)>

    BalasHapus
  9. wah pohonya jangan dipisah2 kayak gitu atuh.. ntar berantem Kang :)
    semua bagian kan ada tugasnya.
    Akar kl nggak ada daun gimana? gak ada yg masak makanan dong?

    BalasHapus
  10. Akar pohon semakin ke dalam akan semakin menghunjam
    mencarikan makan sang batang pohon,
    (artinya:semakin dalam ilmu seseorang tentu akan lebih baik bila bermanfaat tuk sesama)
    Batang pohon semakin keatas pertanda kesuburan tanaman itu,untuk melindungi bagi yang dibawahnya
    (Artinya:pemimpin atau seorang yg sukses harus menjadi teladan bagi sesama)

    salam ukuwhah

    BalasHapus
  11. tulisannya selalu bagus
    senang membacanya...

    BalasHapus
  12. Subhanallah...tulisan yang indah & bermakna. Jazakallah khair...

    BalasHapus
  13. Jazakallah atas sharingnya...
    Subhanallah,.. selalu senantiasa menyejukkan nih.. :)
    Menuju Bening Hati!!!

    soal analogi akar ini ,.. tentu bukan berarti mengecilkan peran daun, buah, bunga, batang, ranting... dsb. Semua tentu diciptakan oleh Allah tanpa kesia-siaan. Hari ini Akh Dikdik sudah men-share hikmah dibalik akar yang rendah hati dan tawadhu... namun bisa jadi nanti kita bisa juga bercermin pada indahnya bunga, bercabangnya batang-batang, rimbunnya daun dan nikmatnya buah.

    Dalam rentang kehidupan,.. boleh jadi kita harus bertindak dan berperan bagaikan akar, namun ada pula saatnya menjadi bunga atau buah yang harus mampu memberikan keindahan, kelezatan untuk banyak orang dan bersedia berkorban untuk dipetik--berpisah dari pokoknya...
    ^_^...

    BalasHapus
  14. betul sekali ...
    ini hanya sebuah analogi, yang mudah-mudahan bisa menjadi bekal kita menuju pribadi yang lebih baik.
    Pada analogi lainnya, daun, batang atau apapun juga pastinya memiliki hikmah untuk kita tafakuri lagi daripadanya ...
    Jazakumullah khairan katsiraa ...

    BalasHapus
  15. sesuatu yang luarbiasa dapat mengalir dari hatimu yang begitu bening

    BalasHapus
  16. subhanallah, sepertinya tulisan-tulisan adik lebih dewasa dari usia adik dikdik, pertahankan!

    BalasHapus
  17. menurut ana akar,batang,daun,dan buah mereka sama2 rendah hati. kagak ada perbedaan di antara mereka, hanya posisi tugas yg berbeda! lihatlah daun dia harus menahan terik mentari untuk menghidangkan makanan bagi yg lain. Lihat buah yg harus mengorbankan dirinya untuk harapan manusia. usia buah yg paling singkat di antara yg lain.

    BalasHapus
  18. Subhanallah...بِØ£َÙŠِّ آلَاء رَبِّÙƒُÙ…َا تُÙƒَØ°ِّبَان
    Maka ni`mat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?ِ

    BalasHapus
  19. semoga ak pun bisa belajar dari sebuah analog sederhana diantara satu ciptaan Alloh yang tak terhitung jumlahnya!!!!!!!!!!!

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.