Masih Ada Jalan ke Surga

Bismillaahirrahmaanirrahiim,

Tak sedikit orang justru kalah dan menyerah ketika keadaan menyeret mereka pada keterpurukan dan kesusahan yang teramat sangat. Namun sepertinya tidak bagi beliau.

Di simpang jalanan itu, beberapa tahun yang lalu sering kali aku bertemu dengan beliau, saat-saat putih abu masih menempel di badan ini. Ketika pagi menjelang atau siang mulai merayap ke ujung senja. Di simpang jalanan itu, beberapa tahun yang lalu namun ternyata hingga kinipun belum berubah, ketika kudapati seorang bapak masih mengayuh becak tua-nya sambil diiringi dengan nyanyian-nyanyian kecil di bibirnya.

Mang Usman, seorang lelaki yang kini mulai beranjak tua, namun sisa-sisa tenaganya masih terlalu perkasa untuk hanya sekedar mengayuh becak tua-nya melintasi jalanan desa menembus hingga ke pasar di kota kecamatan sana.

Sering kali aku dibawanya ketika kebetulan kami mengarah ke arah yang sama. Sambil berbincang di sepanjang perjalanan ia selalu berkata tentang pengharapannya bagi kami anak-anak negeri. Ia bilang kalau nanti siapa tahu diantara kami ada yang sudah jadi presiden, mudah-mudahan kami tidak akan melupakan orang-orang yang seperti dirinya katanya. Aku hanya tertawa saat itu.

Tinggal di sebuah rumah mungil bersama dengan satu orang istri dan dua orang anak ternyata tidak menjamin beliau hidup sejahtera, seperti yang didengung-dengungkan pemerintah selalu. Setidaknya jika aku lihat dari sudut pandang dan dari sisi ekonomi. Namun, yang aku cukup salutkan dari beliau adalah kegigihan serta ke-istiqamah-annya dalam mengemban tugas sebagai seorang kepala keluarga. Dari pagi hingga hampir penghujung petang beliau masih terus semangat menjemput rezeki.

Dan kini kerinduan akan suasana itu telah menjadikanku untuk duduk didalam becak tuanya kembali, ketika matahari mulai condong ke ufuk barat.

Ia menjawab sederhana, ketika kutanyakan apakah tak bosan mengayuh becak dari dulu hingga sekarang?. "Jika ini adalah jalan rezeki untuk keluarga bapak, tentunya tak ada alasan untuk bapak untuk tidak mensyukurinya. Bukankah inipun akan menjadi pengantar kita jika nanti tak ada lagi kesempatan buat kita hidup di dunia ini, untuk mengantar kita menuju surga-Nya?".

Aku hanya tersenyum,

Seperti jalanan yang kini telah membelah pematang hingga menjadi satu jalur utama menuju kampung kami, kiranya begitupun apa yang dilakukannya hingga kini. "Percayalah pak, aku yakin, apa yang telah bapak lakukan, sepanjang dengan niat tulus dan keikhlasan dalam rangka beribadah kepada-Nya, insyaAlloh itu semua akan menjadi satu jalan menuju ridha-Nya. Dengan izin Alloh, masih akan ada jalan ke Surga bagi hamba-hamba yang selalu memohon ridha-Nya", gumamku dalam hati.

Daun-daun padi di hamparan sawah yang berada di kanan kiri jalanan kini seakan gemulai mengangguk-anggukkan tubuhnya. Angin senja yang meniup perlahan telah menambah kesunyian suasana di desa. Sementara di jauh sana serombongan burung-burung pipit terbang membawa sisa-sisa jerami untuk dibuatnya rumah bagi mereka.

Ternyata memang benar, bukan dari sekedar hitung-hitungan harta untuk mengukur bahagia seseorang itu. Namun, sejauh mana seseorang bisa mensyukuri apa yang telah diberikan oleh Alloh baginya. Maka disanalah letak kebahagiaan itu sesungghnya.

Padahal aku tahu betul, beberapa tahun yang lalu. Dengan tinggal di sebuah rumah yang lebih mirip dikatakan (maaf) sebuah gubuk kecil beralas tanah, yang terkadang harus berjinjit jika musim hujan telah membawa air-air hujannya masuk ke bagian dalam rumahnya itu beliau harus mampu berjuang bersama istrinya mengurusi seluruh anggota keluarganya. Belum lagi jika dilihat ternyata semakin hari persaingan pada lahan rizki-nya semakin bertambah susah saja. Banyak orang lebih memilih menumpang ojek atau angkot daripada menumpang becak.

Aku kira itu akan meluluhkan semangat beliau. Tapi ternyata tidak.

Alloh telah menunjukkan kuasa-Nya, menjamin kehidupan atas ummatnya.

Sekali lagi, aku salut pada beliau. Mang Usman memang bukan seorang sosok yang mampu menyulap negeri ini menjadi sebuah negeri yang makmur dalam satu balikan telapak tangan, namun dari semangat, keikhlasan, serta kesyukurannya telah jauh lebih dari hanya berbuat seperti itu, ia telah mampu menghadirkan berjuta butiran semangat lagi bagi kami yang terkadang terlalu mudah menyerah ketika satu kesulitan menghadang didepan perjalanan kehidupan ini.

Terima kasih pak, meskipun mungkin sampai saat ini bahagia belum juga menghampiri bapak dan keluarga di dunia ini, namun semoga semua ini akan terganti kelak di Surganya Alloh, seperti yang bapak harapkan dalam setiap do'a dan harapan bapak. Dan semoga rahmat Alloh senantiasa bersama bapak sekeluarga dan bersama kita semua.

Aamiin yaa Robbal'alamiin

12 komentar:

  1. alhamdulillah masih bisa belajar dr si bapak

    BalasHapus
  2. Aaamiiin....
    Subhanallaaah, harusnya memang menjadi contoh buat kita...

    BalasHapus
  3. semangat yang pantas untuk ditiru,,,

    BalasHapus
  4. Bahagia tdk bs diukur dari materi, bahkan mgk mang usman lbh bahagia karena slalu bersyukur dibanding mereka dirmh mewah namun bergelimang masalah.

    BalasHapus
  5. Bahagia tdk bs diukur dari materi, bahkan mgk mang usman lbh bahagia karena slalu bersyukur dibanding mereka dirmh mewah namun bergelimang masalah.

    BalasHapus
  6. Bahagia tdk bs diukur dari materi, bahkan mgk mang usman lbh bahagia karena slalu bersyukur dibanding mereka dirmh mewah namun bergelimang masalah.

    BalasHapus
  7. Percaya ma Alloh,bsyukur padaNya bhwa qt slalu dberikn yg terbaik sesuai usaha qt,tk perlu bkeras hati. Ia akn mmberi qt d saat yg tpat apa yg qt butuhkn,mski bkn hri ini,tp esok msh ada.

    BalasHapus
  8. ternyata di bumi Allah ini banyak orang - orang yang selalu memancarkan kesungguhan sehingga orang - orang yang beriman dapat banyak belajar dari kehidupannya tentang betapa Allah selalu berbuat dan senantiasa mengurus mahluk - mahluknya

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.