Balada Cinta, Romantisme Derita Antara Orang Miskin dan Orang Kaya Di Tengah Kemacetan Ibu Kota

Pagi itu, 3 anak tangga yang semestinya bisa digunakan untuk melangkah melenggang bagi para calon penumpang pun sudah berubah, penuh berisi sesakkan kaki-kaki dari 7 orang yang berlomba untuk menginjaknya demi mencapai ibu kota. Ini memang pemandangan setiap hari yang ada di salah satu sudut ibu kota Jakarta. Para penumpang berdesak-desakkan demi menunaikan kewajibannya untuk bisa bekerja dan bekerja.

Jangankan untuk bisa duduk bebas, tertidur pulas, apalagi untuk bisa bersantai memainkan gadget terbaru seperti mereka orang-orang yang sepertinya buta melihat dunia yang berada di mobil-mobil pribadi itu, kami menghirup nafas lepas pun tak mampu. Panasnya udara menghiasi peluh yang mengalir di balik pundak ini. Bahkan pegalnya kaki yang hanya bisa menginjakkan satu kaki di lantai bis ekonomi itu saja sudah seakan tak berasa lagi.

Ironi memang, meski sebuah helaan nafas dari kami orang-orang miskin ini memang tak jarang hanya dilalui dengan cemoohan oleh mereka, tapi lagi dan lagi tak bosannya kami ingin berusaha menyadarkan mereka.

Jakarta memang bukan hanya milik orang kaya, dan kami harap mereka tahu itu. Meski mungkin hari ini Tuhan tuliskan kalian menjadi penjajah baru bagi kami dengan sejuta kesombongan atas penggunaan kendaraan-kendaraan mobil pribadi, tanpa melmbuka mata bahwa di dalam bis ekonomi yang mereka lintasi nafas-nafas kami tersengal, seorang bayi menangis, bahkan juga di sebelah sana seorang pasien harus rela meregang nyawa ditengah kemacetan yang mereka perbuat.

Sadarlah wahai saudaraku, suatu saat dunia akan berubah, mari sedikit peduli pada sesama.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.