Jangan Berhenti Sampai Disini!


Pagi ini sebuah pesan masuk di layar yahoo messenger saya, sebuah layanan aplikasi yang dulu mungkin memang teramat sering saya pergunakan untuk menjalin persaudaraan bersama mungkin ribuan user yang ada didalamnya. Namun kali ini sudah mulai ditinggalkan para penggunanya. 

Pesan tersebut ternyata dari adik kelas saya.

Untuk beberapa saat kami terhanyut dalam perbincangan antara kabar dan bagaimana perkembangan masing-masing saat ini. Memang, mungkin untuk beberapa tahun terakhir kami tidak pernah bertegur sapa, meski hanya dalam sebuah dunia maya. Cukup melihat rekan kita dalam kondisi status available biasanya cukup untuk mengetahui bahwa dia dalam kondidi sehat walafiat, insyaAlloh ...

Perbincangan kemudian berlanjut membahas mengenai investasi emas, yang mungkin beberapa tahun yang lalu saya sempat gencar menggelutinya.

Di sesi terakhir, dia meminta do'anya, seperti yang saya kira dari sejak bertemu tempo dulu didalam sebuah yayasan yang memberi kami beasiswa yang sama, saya bisa menebak bahwa kali ini dia akan meminta do'a atas rencananya melanjutkan study ke luar negeri. Belanda menjadi pilihannya. Beasiswa kembali menyambangi dirinya, subhanalloh ...

Berwajah oriental, meski bukan terlahir dari keluarga chinese ternyata memang begitu sesuai dengan prestasi gemilangnya. Setidaknya yang saya perhatikan pada saat kuliah dulu. Melihat masa depan dia begitu terbuka ketika saya lihat dari setiap perbincangan sederhana kami tempo itu.

Saya memandang sebuah tanggal kalendar di pojok jendela layar laptop yang sedang saya pegangi. Tanggal 17 bulan April tahun 2014. Hhhh... Saya menarik nafas panjang, mengingat kembali hampir 30 tahun perjalanan hidup ini.

Dulu memang begitu banyak cita-cita yang menggelayut dalam benak ini. Saya tersenyum sendiri ketika mengingat pada saat SMU dulu sempat mengikuti program bersama mereka para mahasiswa ITB dengan cita-cita semoga suatu saat bisa menjadi bagian dari keluarga besar mereka. Namun Alloh menuliskannya lain ...

Saya juga sempat menggantungkan cita-cita bisa menimba ilmu di Jerman atau Mesir, namun lagi-lagi Alloh mungkin meuliskannya lain ...

Atau apakah saya yang kurang memaksimalkan ikhtiar dalam menggapai cita-cita tersebut? Wallohu'alam.

Semenjak lulus dari program Diploma 3 di sebuah Sekolah Tinggi yang mengantarkan saya menjadi bagian dari pemerhati bahasa pemrograman komputer seperti sekarang ini memang sepertinya saya telah melupakan semua cita-cita itu. Meski masih kadang terlintas dalam benak sisa-sisa ingatan tentang itu.

Saya memandangi sebuah foto dalam layar ponsel ini, seorang wanita berjilbab dengan kacamata cantiknya sedang memangku seorang anak kecil dalam senyum cerianya. Sedangkan saya berada disamping mereka dalam layar tersebut.

Saya tersenyum, ini cita-cita itu. Cita-cita yang Alloh pilihkan untuk saya, yang terbaik untuk bisa membina keluarga yang sakinah mawaddah warahmah, menjadikan saya dan mereka pribadi-pribadi yang shaleh-shalehah.

Kini saya tambatkan cita-cita yang dulu itu pada puteri kecil kami, dan insyaAlloh pada calon ade-nya yang saat ini masih berada dalam kandungan istri saya. Semoga berkah Alloh senantiasa melengkapi perjalanan kehidupan mereka kelak dalam segala cita dan cintanya. InsyaAlloh

2 komentar:

  1. sangat inspirasi Bro..semangat pak

    BalasHapus
  2. ga sampean aja mas bro, kayak saya juga dan ribuan atau bahkan jutaan orang lain didunia, semangat terus untuk membenahi diri :D

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.