Sayang Sekali, Kita Masih Menjadi Tamu di Negeri Sendiri!

Apa kabar Indonesia? 70 tahun sudah usia kemerdekaanmu segera kau dapati. Ada satu hal yang menarik bagi siapa saja yang mulai membuka dan mencari tahu tentang dirimu. Tentang apa dan bagaimana bisa negerimu menjadi negeri terbesar yang didalamnya berisikan mayoritas ummat Muhammad, ummat Islam sang rahmatan lil'alamiin. Padahal di negeri Arab-nya sendiri tempat dimana agama itu turun dan berkembang, ummat Islam jauh lebih sedikit jumlahnya dibanding dengan di negeri kita Indonesia.

Sebuah ceramah jumat di salah satu mesjid di pelataran ibu kota siang itu memecah hingar bingar Jakarta. Kami yang terduduk, semakin tertunduk dan malu. Ketika satu persatu diuraikan apa dan mengapa negeri yang telah mengklaim dirinya merdeka ini, bahkan didalamnya banyak ummat Islam namun ternyata nasib ummat yang mayoritas tersebut masih menjadi minoritas bahkan seakan menjadi tamu di negeri sendiri. Lalu apa yang menjadikannya terjadi?

Sebuah catatan dari seorang Buya Hamka dalam bukunya ia paparkan. Bahwa tidak akan pernah bisa ummat kita berjaya jika jumlah ummat yang hadir di saat sholat shubuh jumlahnya lebih sedikit dibandingkan jumlah yang hadir disaat sholat Jumat. Kami semua tertegun. Empat lantai mesjid yang penuh berisikan jamaah shalat jumat siang itupun hening. Ada rasa malu, ada rasa menyesal dalam diri ini pada saat mendengar kalimat tersebut mengalir dari bibir sang khatib.

"Bahkan, terima atau tidak, nabi Muhammad SAW telah menjadikan shalat shubuh ini sebagai satu parameter atas kemunafikan diri kita! Kita mau mengukur munafik ataukah diri kita lihatlah dari sholat shubuh kita". Kami semua semakin terdiam.

Ternyata memang benar, dalam shubuh begitu banyak manfaat bagi kita. Namun sayang seribu sayang, rasa munafik telah menjelma dalam setiap nyamannya hembusan AC di kamar kita, menjelma dalam belaian selimut hangat serta menjelma dalam buaian bantal dan guling yang kesemuanya telah membuat kita terlena.

"Andai saja ummat mau menerima dan menyadari ini semua, percayalah, ummat ini akan benar-benar menjadi ummat yang besar, ummat yang menjadi rahmatan lil'alamiin".

Sebuah kalimat penutup dari sang khatib meminta kepada hadirin untuk membuka situs jejaring video youtube setelah jumat usai. "Silakan antum buka dan cari tahu bagaimana suasana shubuh di Turki. Kini Turki menjadi 'kiblat' bagi dunia Islam, setiap hari, saat shubuh menjelang para pengusaha, para pemuda semua berlomba memarkir mobilnya di pelataran-pelataran mesjid dan menunaikan shubuh mereka berjamaah, jumlah jamaah sholat shubuh mereka lebih banyak dibanding jamaah Sholat Idul Fitri!".

Perlahan dalam hati ini bergetar, antara rasa malu dan sebuah semangat baru. Semoga mulai esok dan sampai di akhir nanti kami bisa menjadikan ummat ini benar-benar sebagai ummat yang besar tersebut. Umat yang bukan hanya besar dalam ukuran nominal angka, namun besar dalam rahmatnya bagi negeri ini. Sehingga suatu saat nanti tak akan ada lagi mereka yang memandang sebelah mata atas keberadaan kita. Tak ada lagi yang menghina popularitas tindak tanduk kita yang mereka kata laksana sebagai seorang teroris belaka. Namun yang hadir adalah kita yang bisa menyejukkan dunia, yang bisa memberikan rasa nyaman dan aman bukan hanya buat diri namun bagi siapapun yang ada di sekeliling kita. InsyaAlloh!

Wallahu'alambish-shawab

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.