Jakarta Malam Ini
Malam ini Jakarta masih menyisakan cerita. Aku melangkahkan kaki melaju menuju Sudirman road. Hiruk pikuk para pekerja masih menghiasi di sudut malam itu. Beberapa lampu jalanan mulai benderang menambah gemerlap meski mendung masih saja menghantui kota ini memberi harap tanpa pasti kapan akan mengguyurkan hujannya.
Aku mempercepat langkahku, meninggalkan satu demi satu jejak langkah yang perlahan pergi terkikis malam. Sudah lebih dari satu bulan kini aku menjalani rutinitas baruku, berharap menambah ilmu lewat kajian bahasa arab di Jenderal Sudirman Mosque. Dan malam ini jadwal untuk pertemuan kesekian kalinya dalam kajian tersebut.
Langkahku terhenti. Mata ini mengajak untuk berdiri dan mematung sejenak diantara debu jalanan. Seorang kakek tua duduk berselonjor pasrah sambil menggenggam beberapa plastik berisi ikan hias. Sementara seorang nenek tua digusur paksa oleh sang cucu menyusuri keramaian Jakarta sambil mengarahkan tangan ke setiap orang yang dilewatinya. Lalu seorang ibu muda berlari menuju sebuah mobil yang membutuhkannya sebagai jasa joki 3 in 1, menggendong anak bayi tanpa mantel seperti halnya jika kami mengajak buah hati kami keluar di malam hari.
Aku masih mematung dan membisu.
Ini memang Jakarta kawan. Jangan pernah malu untuk berbuat sesuatu. Jika saja kita hanya diam, maka tak akan pernah ada makanan bisa melalui mulut ini. Begitu ujar mereka yang telah terbiasa hidup di kota ini. Tidakkah itu tua ataupun bayi sekalipun, semua wajib untuk bersusah payah mencari nafkah.
Beberapa saat berlalu. Aku menghempaskan tubuh ini diatas sebuah jok bis yang akan mengantarkanku menuju surgaku. Ya rumahku surgaku. Bila apa yang mereka lakukan untuk menyambung hidup antara kini dan esok hari, maka apa yang aku lakukan juga tak jauh berbeda. Aku memejamkan mata berharap bisa menemukan tawa ceria istri dan anak-anakku malam ini sesampainya di rumah nanti.
Dicatat diatas bis Kemang Pratama Blok M - Bekasi
30 September 2015 20:08
Aku mempercepat langkahku, meninggalkan satu demi satu jejak langkah yang perlahan pergi terkikis malam. Sudah lebih dari satu bulan kini aku menjalani rutinitas baruku, berharap menambah ilmu lewat kajian bahasa arab di Jenderal Sudirman Mosque. Dan malam ini jadwal untuk pertemuan kesekian kalinya dalam kajian tersebut.
Langkahku terhenti. Mata ini mengajak untuk berdiri dan mematung sejenak diantara debu jalanan. Seorang kakek tua duduk berselonjor pasrah sambil menggenggam beberapa plastik berisi ikan hias. Sementara seorang nenek tua digusur paksa oleh sang cucu menyusuri keramaian Jakarta sambil mengarahkan tangan ke setiap orang yang dilewatinya. Lalu seorang ibu muda berlari menuju sebuah mobil yang membutuhkannya sebagai jasa joki 3 in 1, menggendong anak bayi tanpa mantel seperti halnya jika kami mengajak buah hati kami keluar di malam hari.
Aku masih mematung dan membisu.
Ini memang Jakarta kawan. Jangan pernah malu untuk berbuat sesuatu. Jika saja kita hanya diam, maka tak akan pernah ada makanan bisa melalui mulut ini. Begitu ujar mereka yang telah terbiasa hidup di kota ini. Tidakkah itu tua ataupun bayi sekalipun, semua wajib untuk bersusah payah mencari nafkah.
Beberapa saat berlalu. Aku menghempaskan tubuh ini diatas sebuah jok bis yang akan mengantarkanku menuju surgaku. Ya rumahku surgaku. Bila apa yang mereka lakukan untuk menyambung hidup antara kini dan esok hari, maka apa yang aku lakukan juga tak jauh berbeda. Aku memejamkan mata berharap bisa menemukan tawa ceria istri dan anak-anakku malam ini sesampainya di rumah nanti.
Dicatat diatas bis Kemang Pratama Blok M - Bekasi
30 September 2015 20:08
Leave a Comment