"Imam Muda" dan "Kyai Sepuh"
Imam Muda dan Kyai Sepuh, begitu sepertinya saya ingin memulai tulisan ini. Sebuah fenomena yang baru saja muncul dan hadir kembali dalam pergulatan batin masyarakat bangsa ini beberapa waktu lalu.
Hiruk pikuk pemilihan kepala daerah memang baru saja usai. Ada yang tertawa ada pula yang merana. Ada yang bergembira namun ada pula yang bermuram durja. Begitulah hakikatnya sebuah perlombaan, ketika sebuah babak telah berakhir maka pemenang akan menjadi raja dan yang kalah hanya bisa meratapi taqdirnya.
Namun bukan itu yang ingin saya tuliskan disini. Namun kehadiran sosok-sosok yang membentangkan batas yang menjadikannya menarik. Adalah mereka seperti halnya antara seorang Imam Muda dan Kyai Sepuh. Mereka hadir dengan kearifan yang berbeda. Mungkin disini akan menjadi semakin jelas ketika kita sematkan predikat "mereka yang berkuasa pada zamannya".
Imam muda hadir dengan pengetahuan barunya, dengan inovasi barunya serta dengan gaya pendekatan yang dibungkus oleh kecanggihan zaman. Namun tak jarang mereka lupa bagaimana cara mengolah tata krama, sehingga tak jarang juga menjadikan mereka golongan kyai sepuh menjadi terluka oleh apa yang dilontarkan dari tingkah lakunya.
Di sisi lain, para kyai sepuh hadir dengan kulturnya. Mereka memegang teguh atas pengalaman yang pernah dilakoninya. Namun sayang rasa ego yang ada terkadang seolah menutup mata akan segala yang dibawa oleh para imam muda. Sehingga yang pada akhirnya mereka seolah berada di dua sisi yang berseberangan dan begitu sulit untuk menemukan titik yang sama.
Padahal jika saya sebagai rakyat kecil, saya sebagai masyarakat yang awam boleh berpendapat dan bertanya. Apa sebenarnya tujuan yang ingin mereka raih dengan bertarung dalam sebuah kompetisi seperti pemilihan kepala daerah? apakah hanya kekuasaan yang dicari?
Bukankah semua sama ingin memajukan daerah yang sama pula? Ingin membela rakyat yang sama pula?
Mungkin ini saatnya para Imam Muda mau menarik diri sedikit untuk membungkukkan badan menghormati atas pengalaman yang dimiliki oleh para kyai sepuh. Begitupun juga kyai sepuh seyogyanya mau membuka diri untuk menerima kehadiran mereka para imam muda dengan inovasi dan pemikiran-pemikiran barunya. Semoga ada kebaikan dan benang merah diantara keduanya.
Wallahu'alam bish-showab..
Hiruk pikuk pemilihan kepala daerah memang baru saja usai. Ada yang tertawa ada pula yang merana. Ada yang bergembira namun ada pula yang bermuram durja. Begitulah hakikatnya sebuah perlombaan, ketika sebuah babak telah berakhir maka pemenang akan menjadi raja dan yang kalah hanya bisa meratapi taqdirnya.
Namun bukan itu yang ingin saya tuliskan disini. Namun kehadiran sosok-sosok yang membentangkan batas yang menjadikannya menarik. Adalah mereka seperti halnya antara seorang Imam Muda dan Kyai Sepuh. Mereka hadir dengan kearifan yang berbeda. Mungkin disini akan menjadi semakin jelas ketika kita sematkan predikat "mereka yang berkuasa pada zamannya".
Imam muda hadir dengan pengetahuan barunya, dengan inovasi barunya serta dengan gaya pendekatan yang dibungkus oleh kecanggihan zaman. Namun tak jarang mereka lupa bagaimana cara mengolah tata krama, sehingga tak jarang juga menjadikan mereka golongan kyai sepuh menjadi terluka oleh apa yang dilontarkan dari tingkah lakunya.
Di sisi lain, para kyai sepuh hadir dengan kulturnya. Mereka memegang teguh atas pengalaman yang pernah dilakoninya. Namun sayang rasa ego yang ada terkadang seolah menutup mata akan segala yang dibawa oleh para imam muda. Sehingga yang pada akhirnya mereka seolah berada di dua sisi yang berseberangan dan begitu sulit untuk menemukan titik yang sama.
Padahal jika saya sebagai rakyat kecil, saya sebagai masyarakat yang awam boleh berpendapat dan bertanya. Apa sebenarnya tujuan yang ingin mereka raih dengan bertarung dalam sebuah kompetisi seperti pemilihan kepala daerah? apakah hanya kekuasaan yang dicari?
Bukankah semua sama ingin memajukan daerah yang sama pula? Ingin membela rakyat yang sama pula?
Mungkin ini saatnya para Imam Muda mau menarik diri sedikit untuk membungkukkan badan menghormati atas pengalaman yang dimiliki oleh para kyai sepuh. Begitupun juga kyai sepuh seyogyanya mau membuka diri untuk menerima kehadiran mereka para imam muda dengan inovasi dan pemikiran-pemikiran barunya. Semoga ada kebaikan dan benang merah diantara keduanya.
Wallahu'alam bish-showab..
Leave a Comment